"Misalnya Turki yang cukup sukses lah mengubah Lira nya itu menjadi yang
lebih kecil itu mereka butuh masa transisi 2-3 tahun, jadi ada masa
dimana kedua uangnya aktif, ada uang lama dan uang baru, yang penting
memang pengertian dari pemakai bahwa uang yang ada itu sama nilainya,"
tegasnya.
Bambang menilai kesiapan masyarakat menerima kebijakan mata uang baru ini sangat penting. Pasalnya, dengan kesiapan yang matang, dapat mengurangi potensi inflasi dari perubahan nilai mata uang.
Bambang menilai kesiapan masyarakat menerima kebijakan mata uang baru ini sangat penting. Pasalnya, dengan kesiapan yang matang, dapat mengurangi potensi inflasi dari perubahan nilai mata uang.
"Dia harus dilatih dulu beradapatasi, misal Rp 10 ribu sama dengan Rp 10 , jadi ketika Rp 10 dia tidak berfikir bahwa seperseribu dari Rp 10 ribu. Itu yang bisa memicu inflasi nantinya masa transisi itu diperlukan untuk masyarakat belajar, tapi juga mencegah dampak inflasi, jika mata uang baru itu 100 persen diberlakukan," ujarnya.
Nantinya, lanjut Bambang, pemerintah juga akan menyediakan pecahan uang recehan kembali guna mengganti uang yang nilainya di bawah Rp 1.000.
"Konsekuensinya, uang logam akan muncul lagi, sekrang ini kan uang logam udah jarang. Nantinya uang logam akan banyak muncul lagi, untuk satuan yang lebih kecil," tandasnya. (detik.com/30/10/12)
1 komentar
bagus lah kalau dmikian..saat saya dirantau sudah terbiasa mengunakan uang dngan satuan kecil RM 1, RM 10 dan paling besar pecahan RM 100.
Silahkan Beri Komentar Saudara...